Sunday, October 08, 2006

Tentang cerita kebisuan

Pagi masih menjelma
Ketika aku terbangun dalam gurat-gurat kebisuan
Sebuah radio kunyalakan
Sayup-sayup terdengar berita dari seberang
Semalam, api telah membakar seisi kota
Senapan menjerit di sela rintih seorang bocah kecil
Seakan tahu, kesadaran tiada rupa dalam kekalutan
Senapan itu…
Bocah itu…
Api itu pun hendak berkata…
Kesia-siaan menjadi wajah,
Yang memberi topeng pada segala kemunafikan
Pada hidup ini
Pada kejadian yang terkadang mencekam
Entah…
Membuat kita tertawa atau larut dalam kesedihan
Ya…
Seringkali, kita larut dalam kebisuan

Jurangmangu, 2004

Renungan setengah tiang

Kesedihan negeri ini kesedihanku juga
Tak perlu kata tak perlu sapa
Kiranya bendera telah kehilangan makna
Hanya coretan, sepenggal cerita dari negeriku
Dari jiwa-jiwa
Yang rindu
Tanam padi tumbuh padi
Dan bukan ilalang

Juni 2004

Malam dan kesunyian

Malam akan tetap larut
Meski jengkerik telah diam

Tak ada bintang malam ini
Yang menghiasi langit
Karena mendung

Nanti hujan kawan
Bawalah payung sebelum kau pergi
Biarlah ia yang akan melindungimu dari hujan

Tetesan embun dingin menyentuh kulitku
Ketika berjalan dalam keremangan malam

Kesunyian memang terus menyergap
Menimbulkan kesedihan
Ketakutan pada hidup
Dan kemunafikan

Jurangmangu, 7 Februari 2003

Thursday, October 05, 2006

sang pejalan

...gunung-gunung memanggilku...


"selalu akan kulalui jalan itu"

Wednesday, October 04, 2006

Kepada jiwa yang mati

Suasana ini meruntuhkan kesadaran
Menyeruak, membunuh jiwa
Namun pasti
Hari kian berlari
Meninggalkan jejak-jejak darah dalam luka
Menetes membasahi tanah ini
Menggoreskan catatan kedukaan
Yang tak mungkin terhapuskan

Kepada jiwa yang mati
Lihatlah kobaran api yang kian membara
Lihatlah awan pekat membumbung menghitam
Menghiasi langit kala senja di ujung sana
Yang hitam karena duka
Yang merah karena luka

Kepada jiwa yang mati
Bangkitlah…
Dunia ini telah habis bagi tidurmu.

Jurangmangu, 4 Desember 2002

Hari benci

Malam ini..
Kubuka catatan harian
Lembar demi lembar
Kucari tempat kosong
Ingin kutulis
Tentang kesedihanku
Tentang kecewaku
Siang tadi
Ketika demonstrasi
Tiada hati nurani
Tak peduli putra-putri negeri
Kami dipukuli
Ingin kutuliskan
Hari ini
Aku benci polisi

Jakarta, Maret 2003

Sunday, October 01, 2006

Catatan keheningan

Jerit tangis bukanlah jawaban atas penyesalan
Hanya pada kesadaran jiwa harus berpegang
Hati ini pilu…
Dada ini sesak karena nafas telah terbuang
Keinginan hanyalah karang yang tak mungkin terhantam

Apakah semua ini mimpi?

Mata nanar nan sayu tenggelam di ujung jalan
Pikiran melayang liar menerawang
Kehampaan telah datang
Membuyarkan impian yang belum tergapai

Jiwa ini telah tergadai

Jalan telah hilang ditelan ombak yang menggulung
Tak ada perasaan, semuanya suram
Tak ada perlawanan, hanya tangis yang menggema
Menimbulkan jejak kesepian dalam pelarian

Apakah semua ini akan sirna?

Hanya kesedihan yang menari dipelupuk mata
Hanya ratapan yang terdengar tanpa henti
Dalam iringan senja yang akan segera berlalu
Meninggalkan harapan yang memilukan

Jurangmangu, 5 Februari 2003

Tentang secuil harapan

Lentera masih terlalu amat kecil
Namun jangan, jangan biarkan ia padam
Biarlah akan menemani langkah kita

Kelak suatu ketika
Kita akan
nyalakan lentera yang sangat terang
Yang akan menjaga
Dan juga membangkitkan
Roh kesadaran dalam jiwa kita
Untuk melaju dan terus melawan

Jurangmangu, 18 Oktober 2004